Menghadiahkan pahala bacaan, shodaqah dan amal sholeh
merupakan salah satu dari sekian banyak furu’ khilafiyah yang
seharusnya tidak mendorong terjadinya fitnah, pertengkaran, perdebatan dan
sikap antipati kepada orang yang melakukannya dan yang menentangnya. Kedua
belah pihak yang saling berbeda pendapat sebaiknya tidak melakukan hal-hal yang
tidak pantas dilakukan oleh sesama saudara muslimnya. Karena masing-masing
pihak tentu memiliki alasan dan argumentasi sendiri yang membenarkan
amaliahnya.
-------------------------------------------------------
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “Mayit dapat
mengambil manfaat dari pahala bacaan ayat Al-Qur`an orang lain yang dihadiahkan
kepadanya, sebagaimana ia juga dapat mengambil manfaat dari pahala ibadah
maliyah seperti shadaqah dan sejenisnya.[1]
Imam Ibnul Qayyim mengatakan didalam kitab Ar-Ruh :
“Sebaik-baik pahala yang dihadiahkan kepada mayit adalah pahala shadaqah, istighfar,
mendoakan kebaikan untuk mayit, dan ibadah haji atas namanya. Adapun pahala
bacaan ayat Al-Qur`an yang dihadiahkan secara sukarela oleh pembacanya kepada
si mayit, dan bukan karena dibayar, hal semacam ini pun sampai kepada si mayit,
sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji kepadanya”.[2]
Imam Ibnul Qayyim mengatakan lagi di bagian lain dari
kitabnya, bahwa yang lebih utama ketika melakukannya (membaca
Al-Qur`an) adalah hendaknya diniati agar pahalanya diberikan Allah kepada si
mayit. Dalam hal ini, tidak disyaratkan untuk melafalkan niatnya.
Kedua pandangan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim
tersebut pernah dinukil oleh Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf,
mantan seorang mufti Mesir. Kemudian beliau
menyatakan: menurut pendapat ulama madzhab hanafi, bahwa orang
yang melakukan amal ibadah, baik yang berbentuk shadaqah, bacaan ayat
Al-Qur`an, maupun amal sholeh lainnya, ia boleh menghadiahkan pahalanya kepada
orang lain dan kiriman pahala tersebut sampai kepadanya.[3]
Didalam kitab Fathul Qadir diriwayatkan
sebuah hadits dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah saw, beliau bersabda,
مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَ
قَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اِحْدَى عَشْرَةَ, ثُمَّ وَهَبَ
أَجْرَهَا لِلْأَمْوَاتِ, اُعْطِيَ مِنَ الْأَجْرِ بِعَدَدِ اْلأَمْوَاتِ.
Artinya : “Siapa
saja yang melewati lokasi pekuburan dan membaca Qul huwallohu ahad (surat
al-Ikhlash) sebelas kali, lantas pahala bacaannya dihadiahkan kepada para
mayit, maka ia diberi pahala sejumlah mayit itu”. [4]
Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW pernah
ditanya oleh seseorang : “Sungguh, aku bersedekah atas nama mereka, berhaji
atas nama mereka dan berdoa memohon kebaikan untuk mereka. Apakah pahala amal
yang demikian itu sampai kepada mereka?”. Jawab beliau :
نَعَمْ, اَنَّهُ لَيَصِلُ اِلَيْهِمْ وَ اَنَّهُمْ
لَيَفْرَحُوْنَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ اَحَدُكُمْ بِالطّبْقِ اِذَا اُهْدِيَ
اِلَيْهِ
Artinya : “Ya,
pahalanya tentu akan sampai kepada mereka dan mereka pun merasa gembira dengan
kiriman tersebut, sebagaimana kegembiraan salah seorang diantara kalian sewaktu
menerima hadiah sepiring makanan”.[5]
Ulama syafi’iyah sepakat, bahwa pahala
shadaqah dapat sampai kepada mayyit. Namun tentang pahala bacaan
ayat Al-Qur`an ikhtilaf (berbeda
pendapat), menurut pendapat yang terpilih – sebagaimana yang dijelaskan
didalam kitab Syarah al-Minhaj - juga sampai kepada si
mayit. Sebaiknya kita kokoh berpegang pada pendapat yang terpilih
ini, karena ini merupakan suatu doa.
Di kalangan ulama madzhab maliki pada
umumnya tidak ada perselisihan pendapat dalam hal sampainya pahala shadaqah kepada mayit.
Yang mereka diperselisihkan ialah tentang bolehnya menghadiahkan pahala bacaan (Qur`an
dan kalimat thoyyibah lainnya) kepada si mayit. Namun pada prinsipnya, madzhab
maliki memakruhkan hal itu.
Sedangkan para ulama mutakhirin membolehkan pengiriman
hadiah pahala bacaan, sebagaimana yang tercermin dalam amaliyah (tradisi)
yang sudah berjalan selama berabad-abad di tengah masyarakat, dan pahala yang
dikirimkannya pun dapat sampai kepada si mayit. Ibnu Farhun menukil suatu
pendapat yang menyatakan bahwa sampainya pahala bacaan kepada mayit merupakan
pendapat yang terunggul.
Didalam kitab Al-Majmu` yang ditulis
oleh imam An-Nawawi disebutkan, bahwa al-Qadhi Abu ath-Thayyib
pernah ditanya soal mengkhatamkan Al-Qur`an di makam. Jawabnya, bahwa orang
yang membaca akan mendapatkan pahala,
sementara mayit (yang ada di makam itu)
bagaikan orang-orang yang hadir menyimak, dimana mereka berharap memperoleh rahmat dan keberkahan dari bacaan Al-Qur`an tersebut.
Atas dasar ini, maka membaca Al-Qur`an di makam adalah mustahab (sunnah).
Selain itu, doa yang dibaca setelah membaca Al-Qur`an lebih mudah dikabulkan
dan bermanfaat bagi si mayit.
Imam An-Nawawi
didalam kitab Al-Adzkar menukil pendapat dari sekelompok ashabus-syafi’iy,
bahwa pahala bacaan (Al-Qur`an dan kalimat thoyyibah lainnya)
dapat sampai kepada si mayit, sama seperti pendapat yang dikemukakan oleh Imam
Ahmad bin Hanbal dan sekelompok ulama` lainnya.
Didalam kitab Al-Mizan al-Kubra yang
ditulis oleh Imam Al-Sya’rani dijelaskan, bahwa perselisihan pendapat tentang
sampai atau tidaknya pahala bacaan memang cukup terkenal.
Masing-masing kelompok memiliki dalil sendiri-sendiri. Namun menurut sebagian madzhab
Ahlissunnah, seseorang hendaklah menghadiahkan pahala amal sholehnya kepada
orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. (Lihat Al-Mizan
al-Kubra pada akhir pembahasan tentang Jenazah).
Wallahu'alam
-Semoga Bermanfaat-
[1] Iqtidla'
as-Shirat al Mustaqim II/261. Dalam Majmu' al-Fatawa 24/164
Ibnu Taimiyah menegaskan sampainya kiriman bacaan tahlil, tasbih, takbir dan
dzikir lainnya bila dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal. Ini
berdasarkan Hadits berikut:
“Dari Abu Dzar
radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya
beliau bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah.
Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan TAHLIL itu adalah SEDEKAH, setiap
bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar ma’ruf nahi munkar itu
adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang
dari sholat Dhuha.” [Hadits riwayat: Muslim no.1674].
[3] Fatawa
Hasanain Makhluf I/52
“Dan ‘Aisyah RA, “Seorang laki-laki bertanya
kepada Nabi SAW, “Ibu saya meninggal secara mendadak dan tidak sempat
berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan
bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya?”
Nabi menjawab, “Ya”.” (HR.Muslim, :1672).
[4]
HR ar-Rafi'i dalam Tarikh Quzwain II/297,
sebagaimana dikutip oleh Syaikh al-'Ajluni dalam Kasyf al-Khafa' II/272
Senada dengan itu, Abul Qasim Sa’d bin ‘Ali
az-Zanjaniy dalam Fawaidi nya mentakhrij hadis yang bersumber
dari Abu Hurairah ra, katanya, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ
الْكِتَابِ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَأَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ثُمَّ قَالَ
إِنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلاَمِكَ ِلأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَانُوْا شُفَعَاءَ لَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى
Artinya:”Siapa saja yang masuk ke pekuburan, lalu
membaca QS Al-Fatihah, QS Al-Ikhlash dan QS At-Takatur, kemudian mengatakan “Aku
jadikan / hadiahkan pahalaku dari membaca firman-Mu tersebut untuk ahli kubur
dari kalangan kaum mukminin dan mukminat”, maka mereka memperoleh syafaat /
pertolongan Allah SWT.”.
Penulis Al-Khollal dengan sanadnya
meriwayatkan hadis dari Anas ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ فَقَرَأَ سُوْرَةَ يس خَفَّفَ
اللهُ عَنْهُمْ وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيْهَا حَسَنَاتٌ
Artinya: “Siapa yang masuk ke pekuburan, lalu
membaca surat Yaasiin, maka Allah SWT memperingan siksaan mereka, dan si
pembaca memperoleh ganjaran sejumlah ahli kubur yang ada di situ”.
Baca kitab ‘Umdatul Qari syarh Shahih
al-Bukhari (IV/497), tulisan Badruddin al-‘Aini;
kitab Syarh ash-Shudur bi Syarh Hal al-Mauta wa al-Qubur(I/303), tulisan
Imam Jalaluddin as-Suyuthi; dan Ahkam Tamanny al-Maut (p. 75)
tulisan Imam Muhammad bin Abdul Wahhab al-Hambali
[5]) KH Ali Maksum mengutip hadis ini dari
Fatawa Hasanain Makhluf I/52. Tapi hadis ini juga dikutip oleh Syaikh Badruddin
al-Aini dalam Umdat al-Qari Syarah Sahih al-Bukhari XIII/154 dengan sanad yang
bersambung (muttashil), yaitu dari riwayat Ibnu Makula dari Ibrahim Ibnu Hibban
dari Anas bin Malik
0 komentar:
Posting Komentar