1. Nama dan Kelahiran
Al-Allamah Asy-Syaikh Salim
bin Abdulloh bin Sa’ad bin Abdulloh bin Sumair Al-Hadhromi Asy-Syafi’I, dikenal
sebagai seorang ulama’ ahli fiqih (al-faqih), pengajar (al-mu’allim), hakim
agama (al-qodhi), ahli politik (as-siyasi) dan juga ahli dalam urusan
kemiliteran (al-khobir bisy-syu’unil ‘askariyah). Beliau dilahirkan didesa “Dzi
Ashbuh” salah satu desa dikawasan Hadhromaut, Yaman.
2. Perkembangan dan pendidikan
Syekh Salim me¬mulai
pendidikannya dalam bidang agama dengan belajar Al-Qur'an di bawah peng¬awasan
ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Al-Allamah Abdullah
bin Sa'ad bin Sumair, hingga beliau mampu membaca Al-Qur’an dengan benar. Lalu beliau
ikut mengajarkan Al-qur’an sehingga beliau mendapat gelar “Al-Mu’allim”. Al
Mu’allim adalah sebutan yang biasa diberikan oleh orang – orang Hadhromaut
kepada seorang pengajar Al-Qur’an. Mungkin saja sebutan tersebut diilhami dari
Hadits Nabi;
خَيْرُكُمْ مَنْ
تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik baik orang diantara
kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (Shohih Bukhori,
no.5027)
Beliau juga belajar ilmu –
ilmu agama lainnya pada ayahnya dan pada ulama’ – ulama’ hadhromaut yang
jumlahnya sangat banyak pada masa itu, yaitu pada abad ke – 13 Hijriyah.
3.
Berdakwah dan Mengajar
Setelah belajar kepada
beberapa ulama’ dan telah menguasai berbagai ilmu agama beliau mengabdikan
dirinya untuk mengajarkan ilmunya, mulailah berdatangan para pernuntut ilmu
untuk menimba ilmu pada beliau, diantara murid beliau yang masyhur adalah
Al-Habib Abdulloh bin Thoha Al-hadar Al-Haddad dan Syekh Al-Faqih Ali bin Umar
Baghuzah. Semenjak itu nama beliau menjadi masyhur dan dipuji dimana mana,
setingkat dengan guru beliau, Asy-Syaikh Al-Allamah Abdulloh bin Ahmad Basudan.
4. Keahlian dibidang politik dan kemiliteran
Selain penguasaan yang
mendalam akan ilmu – ilmu agama, Syekh Salim juga dikenal sebagai seorang
ulama’ yang ahli dalam urusan politik dan tim ahli dalam masalah perlengkapan
peperangan. Dikisahkan, pada suatu ketika Syekh Salim diminta agar membeli
per¬alatan perang tercanggih pada saat itu, maka beliau berangkat ke Singapura
dan mengirimnya ke Hadhromaut. Beliau juga merupakan salah seorang yang berjasa
dalam mendamaikan Yafi’ dan Kerajaan Katsiriyah.
Kemudian beliau diangkat
men¬jadi penasehat khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada
awalnya sangat patuh dan tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau.
Namun lama kelamaan sang sultan tidak lagi mau menuruti saran dan nasehat
beliau dan bahkan meremehkan saran – saran beliau. Akhirnya beliau memutuskan
untuk hijrah menuju India, lalu beliau hijrah ke negara pulau jawa.
Tercatat di antara
nama-nama gurunya adalah:
- Syekh Abdullah bin
Sa'ad bin Sumair
- Syekh Abdullah bin
Ahmad Basudan
Setelah mendalami berbagai
ilmu agama, di hadapan para ulama dan para gurunya yang terkemuka, beliau
memulai langkah dakwahnya dengan berprofesi sebagai Syekh Al Qur'an. Di
desanya, pagi dan sore, tak henti-hentinya beliau mengajar para santrinya dan
karena keikhlasan serta kesabarannya, maka beliau berhasil mencetak para ulama
ahli Al-Qur'an di zamannya. Beberapa tahun berikutnya para santri semakin
bertambah banyak, mereka berdatangan dari luar kota dan daerah-daerah yang jauh
sehingga beliau merasa perlu untuk menambah bidang-bidang ilmu yang hendak
diajarkannya seperti: ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir,
ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam.
Syekh Salim telah berhasil
mencetak para ulama yang terkemuka di zamannya, tercatat di antara mereka
adalah:
- Habib Abdullah bin
Toha Al-Haddar Al-Haddad.
- Syekh Al Faqih Ali bin
Umar Baghuzah.
Selain sebagai seorang
pendidik yang hebat, Syekh Salim juga seorang pengamat politik Islam yang
sangat disegani, beliau banyak memiliki gagasan dan sumbangan pemikiran yang
menjembatani persatuan umat Islam dan membangkitkan mereka dari ketertinggalan.
Di samping itu beliau juga banyak memberikan dorongan kepada umat Islam agar
melawan para penjajah yang ingin merebut daerah-daerah Islam.
Pada suatu ketika Syekh Salim diminta oleh kerajaan Kasiriyyah yang terletak di daerah Yaman agar membeli peralatan perang tercanggih pada saat itu, maka beliau berangkat ke Singapura dan India untuk keperluan tersebut. Pekerjaan beliau ini dinilai sangat sukses oleh pihak kerajaan yang kemudian mengangkat beliau sebagai staf ahli dalam bidang militer kerajaan. Dalam masa pengabdiannya kepada umat melalui jalur birokrasi beliau tidak terpengaruh dengan cara-cara dan unsur kedholiman yang merajalela di kalangan mereka, bahkan beliau banyak memberikan nasehat, kecaman dan kritikan yang konstruktif kepada mereka.
Pada tahun-tahun berikutnya Syekh Salim diangkat menjadi penasehat khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun sayang, pada tahun-tahun berikutnya ia tidak lagi menuruti saran dan nasehat beliau, bahkan cenderung meremehkan dan menghina, kondisi tersebut semakin memburuk karena tidak ada pihak-pihak yang mampu mendamaikan keduanya, sehingga pada puncaknya hal itu menyebabkan keretakan hubungan antara keduanya. Dengan kejadian tersebut, apalagi melihat sikap sultan yang tidak sportif, maka Syekh Salim memutuskan untuk pergi meninggalkan Yaman. Dalam situasi yang kurang kondusif akhirnya beliau meninggalkan kerajaan Kasiriyyah dan hijrah menuju India. Periode ini tidak jelas berapa lama beliau berada di India, karena dalam waktu berikutnya, beliau hijrah ke negara Indonesia, tepatnya di Batavia atau Jakarta.
Sebagai seorang ulama terpandang yang segala tindakannya menjadi perhatian para pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta do'a darinya. Melihat hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis dakwah, hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majlis-majlis tersebut, sehingga akhirnya semakin menguatkan posisi beliau di Batavia, pada masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas di dalam mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus dihadapinya. Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mendekat, bergaul, apalagi menjadi budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan kritikan tajam kepada para ulama dan para kiai yang gemar mondar-mandir kepada para pejabat pemerintah Belanda. Martin van Bruinessen dalam tulisannya tentang kitab kuning (tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan komentar yang menarik terhadap tokoh kita ini.
Pada suatu ketika Syekh Salim diminta oleh kerajaan Kasiriyyah yang terletak di daerah Yaman agar membeli peralatan perang tercanggih pada saat itu, maka beliau berangkat ke Singapura dan India untuk keperluan tersebut. Pekerjaan beliau ini dinilai sangat sukses oleh pihak kerajaan yang kemudian mengangkat beliau sebagai staf ahli dalam bidang militer kerajaan. Dalam masa pengabdiannya kepada umat melalui jalur birokrasi beliau tidak terpengaruh dengan cara-cara dan unsur kedholiman yang merajalela di kalangan mereka, bahkan beliau banyak memberikan nasehat, kecaman dan kritikan yang konstruktif kepada mereka.
Pada tahun-tahun berikutnya Syekh Salim diangkat menjadi penasehat khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun sayang, pada tahun-tahun berikutnya ia tidak lagi menuruti saran dan nasehat beliau, bahkan cenderung meremehkan dan menghina, kondisi tersebut semakin memburuk karena tidak ada pihak-pihak yang mampu mendamaikan keduanya, sehingga pada puncaknya hal itu menyebabkan keretakan hubungan antara keduanya. Dengan kejadian tersebut, apalagi melihat sikap sultan yang tidak sportif, maka Syekh Salim memutuskan untuk pergi meninggalkan Yaman. Dalam situasi yang kurang kondusif akhirnya beliau meninggalkan kerajaan Kasiriyyah dan hijrah menuju India. Periode ini tidak jelas berapa lama beliau berada di India, karena dalam waktu berikutnya, beliau hijrah ke negara Indonesia, tepatnya di Batavia atau Jakarta.
Sebagai seorang ulama terpandang yang segala tindakannya menjadi perhatian para pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta do'a darinya. Melihat hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis dakwah, hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majlis-majlis tersebut, sehingga akhirnya semakin menguatkan posisi beliau di Batavia, pada masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas di dalam mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus dihadapinya. Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mendekat, bergaul, apalagi menjadi budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan kritikan tajam kepada para ulama dan para kiai yang gemar mondar-mandir kepada para pejabat pemerintah Belanda. Martin van Bruinessen dalam tulisannya tentang kitab kuning (tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan komentar yang menarik terhadap tokoh kita ini.
Dalam beberapa alenia dia
menceritakan perbedaan pandangan dan pendirian yang terjadi antara dua orang
ulama besar, yaitu Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh Salim bin Sumair yang telah
menjadi perdebatan di kalangan umum. Pada saat itu, tampaknya Syekh Salim
kurang setuju dengan pendirian Sayyid Usman bin Yahya yang loyal kepada
pemerintah kolonial Belanda. Sayyid Usman bin Yahya sendiri pada waktu itu,
sebagai Mufti Batavia yang diangkat dan disetujui oleh kolonial Belanda, sedang
berusaha menjembatani jurang pemisah antara `Alawiyyin (Habaib) dengan
pemerintah Belanda, sehingga beliau merasa perlu untuk mengambil hati para
pejabatnya.
Oleh karena itu, beliau memberikan
fatwa-fatwa hukum yang seakan-akan mendukung program dan rencana mereka. Hal
itulah yang kemudian menyebabkan Syekh Salim terlibat dalam polemik panjang
dengan Sayyid Usman yang beliau anggap tidak konsisten di dalam mempertahankan
kebenaran. Setelah berdua bertemu dan berdiskusi langsung mendapat penjelasan
yang jitu dan mantap atas siasat dan strategi Sayyid Utsman bin Yahya maka
Syaekh Salim taslim dan paham atas segala tindakan Habib Utsman bin Yahya yang
terjadi pada waktu itu, yang jelas cerita tersebut cukup kuat untuk
menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian Syekh Salim bin Sumair
yang sangat anti dengan pemerintahan yang dholim, apalagi para penjajah dari
kaum kuffar.
Walaupun Syekh Salim
seorang yang sangat sibuk dalam berbagai kegiatan dan jabatan, namun beliau
adalah seorang yang sangat banyak berdzikir kepada Allah SWT dan juga dikenal
sebagai orang yang ahli membaca Al Qur'an. Salah satu temannya yaitu Syekh
Ahmad Al-Hadhrawi dari Mekkah mengatakan: "Aku pernah melihat dan mendengar
Syekh Salim menghatamkan Al Qur'an hanya dalam keadaan Thawaf di Ka'bah".
Syekh Salim meninggal dunia di Batavia pada tahun 1271 H (1855 M). Beliau
telah meninggalkan beberapa karya ilmiah di antaranya Kitab Safinah yaitu kitab
yang sudah kita terjemahkan ini. Al-Fawaid AI-Jaliyyah. Sebuah kitab yang
mengecam sistem perbankan konfensional dalam kaca mata syari'at
5. Wafat
Syaikh Salim
meninggal di Batavia pada tahun 1271 Hijriyah.
Referensi :
1) Ghoyatul
Muna Syarah Safinatun Naja, hal : 10 – 11
2) Terjemahan
Kitab Safinatun Najah, Fiqh Ibadah Praktis Dan Mudah Terjemahan Dan Penjelasan.
Penulis : KH. Ust, Yahya Wahid Dahlan
0 komentar:
Posting Komentar