Pasal Ketiga: Rukum Wudhu1
(فصل)
فروض الوضوء ستة: الأول: النية، الثاني: غسل الوجه، الثالث: غسل اليدين مع
المرفقين، الرابع: مسح شيء من الرأس، الخامس: غسل الرجلين مع الكعبين، السادس:
الترتيب.
Rukun wudhu ada enam, yaitu:
1.
Niat2.
2.
Membasuh muka3
3.
Membasuh kedua tangan sampai siku4.
4.
Menyapu sebagian kepala5.
5.
Membasuh kedua kaki sampai mata kaki6
6.
Tertib.
Penjelasan:
1) Allah Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ
إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ
بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ... ٦
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki ... (6)”. [Qs. Al-Ma’idah: 6)
Dalam
Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa:
“(يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ = Hai orang-orang yang beriman, jika kamu berdiri)
maksudnya hendak berdiri (إِلَى
ٱلصَّلَوٰةِ
= Mengerjakan
salat) dan kamu sedang berhadas (فَٱغۡسِلُواْ
وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ = maka basuhlah
muka dan tanganmu sampai ke siku) artinya termasuk siku itu sebagaimana
diterangkan dalam sunah (وَٱمۡسَحُواْ
بِرُءُوسِكُمۡ
= dan sapulah kepalamu) ba’ berarti melengketkan,
jadi lengketkanlah sapuanmu itu kepadanya tanpa mengalirkan air. Dan ini
merupakan isim jenis, sehingga dianggap cukup bila telah tercapai sapuan
walaupun secara minimal, yaitu dengan disapunya sebagian rambut. Pendapat ini
juga dianut oleh Imam Syafii (وَأَرۡجُلَكُمۡ = dan kakimu) dibaca manshub karena diathafkan kepada aidiyakum; jadi
basuhlah tetapi ada pula yang membaca dengan baris di bawah/kasrah dengan
diathafkan kepada yang terdekat (إِلَى
ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ = sampai dengan kedua mata kaki) artinya termasuk
kedua mata kaki itu, sebagaimana diterangkan dalam hadis. Dua mata kaki ialah
dua tulang yang tersembul pada setiap pergelangan kaki yang memisah betis
dengan tumit. Dan pemisahan di antara tangan dan kaki yang dibasuh dengan
rambut yang disapu menunjukkan diharuskannya/wajib berurutan dalam membersihkan
anggota wudu itu. Ini juga merupakan pendapat Syafi’i. Dari sunah diperoleh keterangan
tentang wajibnya berniat seperti halnya ibadah-ibadah lainnya.
2) Niat
Niat
secara bahasa adalah bentuk masdar dari akar kata Nawa, Yanwii yang maknanya
adalah al qashdu (maksud) atau al iraadah (keinginan hati) untuk
melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Istilah niat adalah “Niat adalah maksud
atau keinginan untuk beramal untuk mendekatkan diri pada Allah, mencari ridha
dan pahalaNya, dengan melakukan atau meninggalkanya” [Qawaidul Fiqhiyah karya
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf, hal. 19].
Imam
Ibnu Rajab dalam kitab Jami’ al ‘ulum wal hikam mendefinisikan niat
ialah keinginan hati kepada salah satu jenis ibadah, dan itu tidak wajib
diucapkan.
Imam
al-Baidhawi asy-Syafi’i mendefinisikan niat merupakan ungkapan gerakan hati
terhadap sesuatu yang dilihatnya sejalan dengan tujuan untuk mendatangkan
manfaat atau menyingkirkan mudharat. Adapun makna menurut syaraiat ialah hasrat
untuk melakukan ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. [dinukil
oleh Syaikh Abdullah bin Ali Bassam dlam kitab Taisirul Alam Syarh Umdhatul
Ahkam].
3) Membasuh Wajah
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ
وُجُوهَكُم ...
“...
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu ... “[Qs.
Al-Ma’idah: 6)
Batasan membasuh wajah ialah dari tempat tumbuhnya
rambut kepala hingga janggut secara vertikal, dari telinga hingga telinga
satunya lagi secara horizontal.
4) Membasuh kedua tangan sampai siku
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ
“dan
tanganmu sampai dengan siku,...”. [Qs. Al-Ma’idah: 6)
5) Mengusap Kepala
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ
“... dan sapulah kepalamu...”
[Qs. Al-Ma’idah: 6)
Mengusap kepala ialah mengusap bagian kepala yang ditumbuhi rambut dari depan sampai belakang. Adapun cara mengusap kepala yang sempurna ialah seperti dijelaskan dalam hadits:
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - فِي صِفَةِ الْوُضُوءِ قَالَ
: وَمَسَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَأْسِهِ
فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ.مُتَّفَقٌ عَلَيْه
وَفِي لَفْظٍ لَهُمَا :
بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا
إلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ
Dari Abdullah Ibnu Zain Ibnu Ashim
Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu dia berkata: Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari muka ke
belakang dan dari belakang ke muka. Muttafaq Alaihi.
Lafadz lain dalam riwayat Bukhari - Muslim
disebutkan: Beliau mulai dari bagian depan kepalanya sehingga mengusapkan kedua
tangannya sampai pada tengkuknya lalu mengembalikan kedua tangannya ke bagian
semula.
Adapun batas minimalnya adalah mengusap sebagian kepala
yang ditumbuhi rambut dan di bagian mana saja yang ditumbuhi rambut.
6) Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ
“...dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki ... “[Qs.
Al-Ma’idah: 6)
Pasal Keempat:
Niat Wudhu
(فصل) النية: قصد الشيء مقترنا بفعله، ومحلها القلب والتلفظ بها
سنة، ووقتها عند غسل أول جزء من الوجه، والترتيب أن لا يقدم عضو على عضو.
Niat adalah menyengaja di dalam hati (untuk
melakukan) suatu perbuatan bersamaan ketika melakukannya. Adapun mengucapkan
niat tersebut hukumnya sunnah,1 dan waktunya ketika pertama kali
membasuh sebagian muka.
Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak
mendahulukan satu anggota wudhu terhadap anggota wudhu yag lain2.
Penjelasan:
1)
Imam An Nawawi
berkata,” Hukum niat adalah wajib, dan tempatnya niat adalah di dalam
hati, para ulama telah ijma’ (sepakat) dalam hal ini.” Adapun tentang
masalah hukum melafadzkan niat para ulama telah khilaf (berbeda pendapat),
diantaranya:
a)
Melafadzkan niat
hukumnya bid’ah yang tidak boleh, karena tidak ada contoh dan tuntunanya secara
nash dari nabi dan para sahabat.
b)
Melafadzkan niat
hukumnya mustahab/ sunnah (dianjurkan), ketika hati sulit untuk memfokuskan
niat, karena dengan ucapan lisan bisa membantu hati dalam niat.
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول
الله صلى الله عليه وسلم يقول " إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما
نوى , فمن كانت هجرته إلى
الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة
ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه " متفق عليه
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin
Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya,
dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan
Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena
seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang
ditujunya”.
[HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]
2) Adapun tertib yang dimaksud adalah
tidak mendahulukan satu anggota wudhu terhadap anggota wudhu yang lain, dalil
yang menunjukkan adalah hadits:
وَعَنْ حُمْرَانَ أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ
وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إلَى الْمِرْفَقِ
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ
غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ الْيُسْرَى
مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ : رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Humran bahwa Utsman meminta air
wudlu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali lalu berkumur dan
menghisap air dengan hidung dan menghembuskannya keluar kemudian membasuh
wajahnya tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali
dan tangan kirinya pun begitu pula. Kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh
kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali dan kaki kirinya pun begitu
pula. Kemudian ia berkata: Saya melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini. [Muttafaq Alaihi].
=================
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Quran dan Tafsir
Ø Al-Qur’an
Dan Terjemah Departemen Agama RI.
Ø Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsiir Ibnu Katsir; Shahih
Tafsir Ibnu Katsir. 2009. Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri.
Penterjemah: Tim Pustaka Ibnu Katsir. Ibnu Katsir. Jakarta.
Ø Tafsir Al-Muyassar. Syaikh Dr. Shalih
bin Muhammad Alu Asy-Syaikh. Penterjemah; Muhammad Ashim, Lc. & Izzudin
Karimi. Lc. Darul Haq. Jakarta.
Kitab Aqidah
Ø A’laamus Sunnah Al-Mansyurah Li I’’tiqaadi Ath-Thaifah
An-Najiah Al-Manshurah (Terjemah: Buku Pintar Aqidah Ahlis Sunnah).
2006. Syaikh Hafidz bin Ahmad bin Ali
Al-Hikami. Penterjemah: Abu Umar Basyir. At-Tibyan. Jakarta.
Ø Penjelasan Syarhus Sunnah Li Muzanni.
2013. Abu Usman Kharisman. Pustaka Hudaya. Tanpa kota terbit.
Ø Mukhtashar Syu’ab Al-Iman Li Imam Baihaqi.
2011. Imam Al-Quzwaini Asy-Syafi’i. Tahqiq & Tahrij: Abdul Qadir
Al-Arnauth. Penterjemah: Anshari Taslim. Pustaka Azzam. Jakarta.
Ø Syarhys Sunnah. 1438. Imam Al-Barbahari.
Penterjemah:Fathur Rabbani bin Yazid Jawaz. At-Tibyan. Jakarta.
Ø Syarhu Tsalatsatil Ushul (Terjemah: Ulasan Tuntas 3
Prinsip Pokok). 2010. Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin. Penterjemah: Zainal Abidin bin Syamsudin, Lc. & Ainul Harits
Arifin, Lc. Darul Haq. Jakarta.
Ø Sulamut Taufiq. 2012. Syaikh Imam Nawawi
al bantani. Penterjemah: KH. Moh. Anwar & Anwar Abu Bakar, Lc. Sinar baru
Al-gensindo.Bandung.
Kitab Fikih
Ø At-Tahdzib fi Adillat Matan Al Ghayah Wa at-taqrib
(Terjemah: Fikih Islam Lengkap Madzhab Syafi’i).
2009. Syaikh Dr. Musthafa Dib Al-Budgha. Penterjemah: D.A. Pakihsati. Media
Dzikir. Surakarta.
Ø Matan Safinatun Najah fii ushuli ad-Diini wal fiqhi. 2011.
Syaikh Salim Bin Sumair Al Hadhramiy.
Maktabah Ar-Razin.
Ø Minhajut Thalibin wa Umdhatul Mutfin Jilid 1 & 2.
Imam Nawawi,
Ø Nailur Raja bi Syarhi Safinatun Najaa (Terjemah: Intisari
Fiqih madzhab Syafi’i). 2011. Al-‘Alaamah Al-Habib Ahmad bin Umar
Asy-Syathiri. Penterjemah: Umar Husain As-Segaf. Cahaya Ilmu Publishing.
Surabaya.
Ø Fathul Qarib. 1431. Syaikh Syamsudin
Abu Abdillah. Penterjemah: Abu H.F. Ramadhan B.A. Mutiara Ilmu. Surabaya.
Ø Kifayatul Akhyar. Imam Taqiyuddin
Al-Husaini Adimasyqi. Isa Al Babi Al-Halabi.
Ø Mukhtashar Kitab Al-Umm li Imam
Syafi’i. Jild 1, 2, dan 3. 2005. Tahqiq & Takhrij : Husain Abdul Hamid Abu
Nashr Nail. Penterjemah: M. Yasir Abd Muthalib. Pustaka Azzam. Jakarta.
Ø Qawaidul Fiqhiyah. 2009. Ahmad Sabiq bin Abdul
Latif Abu Yusuf. Pustaka Al Furqan. Gersik.
Kitab Hadits dan Syarah
Ø Syarah Hadits Arbain An-Nawawi.
Imam Ibnu Daqiq al-Ied. At-Tibyan. Jakarta.
Ø Al-Wafi bi Syarhi Arbain an-Nawawiyah.
2016. Syaikh Dr. Musthafa Dib Al-Budgha & Syaikh Muhyiddin Mistu.
Penterjemah: Muhil Dhafir. Lc. Al-I’tishom. Jakarta.
Ø Fatawa Rasulullah –Shalallahu’alaihi wasalm-.
1996. Imam Ibnul Qayim Al Juziyah. Penterjemah: Ahmad Sunarto. Husaini.
Bandung.
Ø Syarh Bulughul Marom. Syaikh Dr.
Muhammad Luqman As-Salafi. Penterjemah: Ahmad Sunarto. Karya Utama. Surabaya.
Ø Al-Fawa’idu ‘I-Muntaqah min Syarhi Shahih Muslim
(Terjemah: Mutiara Pilihan Syarah Shahih Muslim).
2006. Syaikh Sulthan nin Abdillah Al-Umari. Penterjemah: Abu Umar Basyir.
Al-Qawam. Solo.
Ebook
Kitab Tambahan.
Ø Tafsir Ibnu Katsir. Imam Ibnu Katsir.
2013. Kampungsunnah.org
Ø Tafsir Jalalain. Imam Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Imam Jalaluddin
Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy. 2009. Pesantren Persatuan Islam: Tasikmalaya. Http://Www.Maktabah-Alhidayah.Tk
Ø Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam.
Imam Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany. 2010. Pesantren
Persatuan Islam: Tasikmalaya. http://www.persis91tsn.tk
Ø Al-Muwatha’. Imam Malik.
2010. Penterjemah: Abu
Ahmad as Sidokare. Pustaka Pribadi Abu Ahmad as Sidokare. Tanpa Kota Terbit.
0 komentar:
Posting Komentar