KAJIAN KITAB SAFINAH VIII MACAM-MACAM AIR

Jumat, 15 Mei 2020

0 komentar

Pasal Kelima: Macam-macam Air1
 (فصل) الماء قليل وكثير: القليل مادون القلتين، والكثير قلتان فأكثر. القليل يتنجس بوقوع النجاسة فيه وإن لم يتغير. والماء الكثير لا يتنجس إلا إذا تغير طعمه أو لونه أو ريحه.
Air ada dua macam; Air yang sedikit dan air yang banyak. Air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah dan air yang banyak adalah yang sampai dua qullah atau lebih2. Air yang sedikit akan menjadi najis jika kejatuhan najis kedalamnya, sekalipun tidak berubah.

Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis kecuali air tersebut telah berubah rasa, warna atau baunya3.

Penjelasan:
Hukum asal air itu adalah Suci (Thahur). Air thahur adalah air yang bsesuai dengan bentuk aslinya (belum berubah) baik yang keluar dari dalam tanah atau yang diturunkan dari langit. Allah Ta’ala berfirman:
إِذۡ يُغَشِّيكُمُ ٱلنُّعَاسَ أَمَنَةٗ مِّنۡهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ لِّيُطَهِّرَكُم بِهِۦ وَيُذۡهِبَ عَنكُمۡ رِجۡزَ ٱلشَّيۡطَٰنِ وَلِيَرۡبِطَ عَلَىٰ قُلُوبِكُمۡ وَيُثَبِّتَ بِهِ ٱلۡأَقۡدَامَ ١١
“(ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)”. (Qs. Al-Anfaal: 11).

Nabi –Shalallahu A’laihi Wasalam- bersabda tentang Sumur Budha’ah :
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ أَخْرَجَهُ الثَّلَاثَةُ وَصَحَّحَهُ أَحْمَد
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:"Sesungguhnya (hakekat) air adalah suci dan mensucikan, tak ada sesuatu pun yang menajiskannya." Dikeluarkan oleh Imam Tiga dan dinilai shahih oleh Ahmad. Abu Dawud (no. 66); Nasa’i (I:174); at-Tirmidzi dlm Sunannya (I/45 no. 66); ‘Aunul Ma’bud (I/126-127 no.66-67); Irwa’ul Ghalil (no.14)}.


1.      Macam-Macam Air
 Air yang boleh digunakan untuk bersuci adalah:
1.        Air Turun Dari Langit (Air Hujan, Embun dan Salju)
Allah Ta’ala berfirman: “Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu...”(Qs. Al-Anfaal: 11).
Allah I juga berfirman: “Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih,,,” (QS. Al-Furqan: 48)
Nabi bersabda dlm doa iftitah: Ya Allah, jauhkanlah daku dari dosa-dosaku sebagaimana Engkau inenjauhkan Timur dan Barat. Ya Allah bersihkanlah daku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dan kotoran.Ya Allah, sucikanlah daku dan kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan embun”.
(H.R. Jamaah kecuali Turmudzi)
2.        Air Laut
Nabi-Shalallahu ‘Alaihi Wasalam- tentang air laut, bersabda: “Ia (laut itu) suci airnya  dan Halal bangkainya”.{Hadits Shahih; Shahih Ibnu Majah (no. 309); al-Muwaththa’ Imam Malik (no. 40); Sunan Abu Dawud (I/ 152 no. 83); Sunan Tirmidzi (I/47 no. 69); Sunan Nasa’i (I/176)}.

3.        Air Tanah (Air Sumur, Air Sungai, Sumber  mata Air)
Abu Sa’id berkata: “Ada seorang sahabat yang bertanya: Ya Rasulullah, Bolehkah kami berwudhu dengan (air) sumur budha’ah? Yaitu sebuah sumur yang semua darah haidh, daging anjing dan barang-barang busuk dibuang didalamnya.”maka jawab beliau -Shalallahu ‘Alaihi Wasalam-: “Air itu suci, tidak bisa dinajiskan oleh sesuatupun”. {Hadits Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 66); Nasa’i (I:174); at-Tirmidzi dlm Sunannya (I/45 no. 66); ‘Aunul Ma’bud (I/126-127 no.66-67); Irwa’ul Ghalil (no.14)}.
Dan Keumuman Hadits Rasulullah -Shalallahu ‘Alaihi Wasalam-, Beliau bersabda : Bumi dijadikan masjid dan suci bagiku. (HR Bukhari dan Muslim).

2.      Air Dua Qullah dan Kurang Dari Dua Qullah
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ وَفِي لَفْظٍ لَمْ يَنْجُسْ  أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ  وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ وَابْنُ حِبَّان
Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika banyaknya air telah mencapai dua kullah maka ia tidak mengandung kotoran." Dalam suatu lafadz hadits: "Tidak najis". [HR. Imam Empat dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban]
Kesimpulan dari hadits ini jika air tidak sampai dua qullah, maka ia menjadi najis walaupun tdak berubah rasa, bau, dan warna.  Pemahaman ini ditunjukkan dari hadits Imam Muslim:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلَا يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِم 
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu bangun dari tidurnya maka janganlah ia langsung memasukkan tangannya ke dalam tempat air sebelum mencucinya tiga kali terlebih dahulu sebab ia tidak mengetahui apa yang telah dikerjakan oleh tangannya pada waktu malam." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

Syaikh Dr. Musthafa Dib Al Budgha menjelaskan bahwa : “Orang yang bangun tidur dilarang memasukkan tanganya ke bejana karena khawatir tanganya kotor oleh najis yang tidak terlihat, sebagaimana diketahui, najis yang tidak terlihat tidak akan menyebabkan air itu berubah. Jika bukan karena najis yang tidak terlihat itu menyebabkan air (sedikit/ kurang dari dua qullah) menjadi najis hanya dengan persentuhanya, maka hahl ini tidak akan dilarang.  Dua Qullah kira-kira sama dsengan 190 liter, atau luas kubus yang panjang sisinya 58 cm. [dalam kitab At-Tahdzib fi Adillat matan  Al-Ghayah Wa at-Taqrib]

1)      Dalil najisnya air yang tercampur benda najis dan jumlahnya tidak sampai dua Qullah atau mencapai dua Qullah namun berubah adalah Ijma (Keseepakatan Ulama Salafush Shalih). Dikatakan dalam kitab al majmu’ bahwa Imam Ibnul Munzir mengatakan “Para ulama sepakat bahwa air yang sedikit atau banyak jika bercampur dengan najis, kemudia berubah rasa, warna, atau baunya maka itu najis”. [dalam kitab At-Tahdzib fi Adillat matan  Al-Ghayah Wa at-Taqrib]

Adapun Hadits :
إنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ إلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ  أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ وَلِلْبَيْهَقِيِّ الْمَاءُ طَهُورٌ إلَّا إنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ أَوْ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ
"Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya kecuali oleh sesuatu yang dapat merubah bau, rasa atau warnanya."  [HR. Ibnu Majah dan dianggap lemah oleh Ibnu Hatim].
Dalam riwayat Al Baihaqi, "Air itu thohur (suci dan mensucikan) kecuali jika air tersebut berubah bau, rasa, atau warna oleh najis yang terkena padanya."
Hadits ini dha’if. Imam Ibnul Mulaqqin berkata, "terlepas dari kedhoifan tambahan (yang mengecualikan) tersebut, ijma’ dapat dijadikan hujjah sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As Syafi'i dan Al Baihaqi, dan selain keduanya. Syaikhul Islam berkata, "Apa yang telah menjadi ijma' oleh kaum muslimin (Ulama’) maka itu berdasarkan nash, kami tidak mengetahui satu masalahpun yang telah menjadi ijma' kaum muslimin tetapi tidak berdasarkan nash. [kitab Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom karya Syaikh Abdullah Al Bassam]
Wallahua'lam
===============


DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Tafsir
Ø  Al-Qur’an Dan Terjemah Departemen Agama RI.
Ø  Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsiir Ibnu Katsir; Shahih Tafsir Ibnu Katsir. 2009. Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri. Penterjemah: Tim Pustaka Ibnu Katsir. Ibnu Katsir. Jakarta.
Ø  Tafsir Al-Muyassar. Syaikh Dr. Shalih bin Muhammad Alu Asy-Syaikh. Penterjemah; Muhammad Ashim, Lc. & Izzudin Karimi. Lc. Darul Haq. Jakarta.

Kitab Aqidah
Ø  A’laamus Sunnah Al-Mansyurah Li I’’tiqaadi Ath-Thaifah An-Najiah Al-Manshurah (Terjemah: Buku Pintar Aqidah Ahlis Sunnah). 2006. Syaikh Hafidz bin  Ahmad bin Ali Al-Hikami. Penterjemah: Abu Umar Basyir. At-Tibyan. Jakarta.
Ø  Penjelasan Syarhus Sunnah Li Muzanni. 2013. Abu Usman Kharisman. Pustaka Hudaya. Tanpa kota terbit.
Ø  Mukhtashar Syu’ab Al-Iman Li Imam Baihaqi. 2011. Imam Al-Quzwaini Asy-Syafi’i. Tahqiq & Tahrij: Abdul Qadir Al-Arnauth. Penterjemah: Anshari Taslim. Pustaka Azzam. Jakarta.
Ø  Syarhys Sunnah. 1438. Imam Al-Barbahari. Penterjemah:Fathur Rabbani bin Yazid Jawaz. At-Tibyan. Jakarta.
Ø  Syarhu Tsalatsatil Ushul (Terjemah: Ulasan Tuntas 3 Prinsip Pokok). 2010. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Penterjemah: Zainal Abidin bin Syamsudin, Lc. & Ainul Harits Arifin, Lc. Darul Haq. Jakarta.
Ø  Sulamut Taufiq. 2012. Syaikh Imam Nawawi al bantani. Penterjemah: KH. Moh. Anwar & Anwar Abu Bakar, Lc. Sinar baru Al-gensindo.Bandung.
Kitab Fikih
Ø  At-Tahdzib fi Adillat Matan Al Ghayah Wa at-taqrib (Terjemah: Fikih Islam Lengkap Madzhab Syafi’i). 2009. Syaikh Dr. Musthafa Dib Al-Budgha. Penterjemah: D.A. Pakihsati. Media Dzikir. Surakarta.
Ø  Terjemahan Kitab Safinatun Najah, Fiqh Ibadah Praktis Dan Mudah Terjemahan Dan Penjelasan. Penulis : KH. Ust, Yahya Wahid Dahlan
Ø  Matan Safinatun Najah fii ushuli ad-Diini wal fiqhi. 2011. Syaikh Salim Bin Sumair Al Hadhramiy. Maktabah Ar-Razin.
Ø  Minhajut Thalibin wa Umdhatul Mutfin Jilid 1 & 2. Imam Nawawi,
Ø  Nailur Raja bi Syarhi Safinatun Najaa (Terjemah: Intisari Fiqih madzhab Syafi’i). 2011. Al-‘Alaamah Al-Habib Ahmad bin Umar Asy-Syathiri. Penterjemah: Umar Husain As-Segaf. Cahaya Ilmu Publishing. Surabaya.
Ø  Fathul Qarib. 1431. Syaikh Syamsudin Abu Abdillah. Penterjemah: Abu H.F. Ramadhan B.A. Mutiara Ilmu. Surabaya.
Ø  Fiqhus Sunnah lin Nisaa’. Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Griya Ilmu; Jakarta.
Ø  Kifayatul Akhyar. Imam Taqiyuddin Al-Husaini Adimasyqi. Isa Al Babi Al-Halabi.
Ø  Mukhtashar Kitab Al-Umm li Imam Syafi’i. Jild 1, 2, dan 3. 2005. Tahqiq & Takhrij : Husain Abdul Hamid Abu Nashr Nail. Penterjemah: M. Yasir Abd Muthalib. Pustaka Azzam. Jakarta.
Ø  Qawaidul Fiqhiyah. 2009. Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. Pustaka Al Furqan. Gersik.
Kitab Hadits dan Syarah
Ø  Syarah Hadits Arbain An-Nawawi. Imam Ibnu Daqiq al-Ied. At-Tibyan. Jakarta.
Ø  Al-Wafi bi Syarhi Arbain an-Nawawiyah. 2016. Syaikh Dr. Musthafa Dib Al-Budgha & Syaikh Muhyiddin Mistu. Penterjemah: Muhil Dhafir. Lc. Al-I’tishom. Jakarta.
Ø  Fatawa Rasulullah –Shalallahu’alaihi wasalm-. 1996. Imam Ibnul Qayim Al Juziyah. Penterjemah: Ahmad Sunarto. Husaini. Bandung.
Ø  Syarh Bulughul Marom. Syaikh Dr. Muhammad Luqman As-Salafi. Penterjemah: Ahmad Sunarto. Karya Utama. Surabaya.
Ø  Al-Fawa’idu ‘I-Muntaqah min Syarhi Shahih Muslim (Terjemah: Mutiara Pilihan Syarah Shahih Muslim). 2006. Syaikh Sulthan nin Abdillah Al-Umari. Penterjemah: Abu Umar Basyir. Al-Qawam. Solo.
Ø  Taisirul ‘Alam Syarh Umdhatul Ahkam; Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim. 2008. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam. Penterjemah: Kathur Suhard. Darul Falah. Jakarta.
Ø  Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom.  Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam
Ebook Kitab Tambahan.
Ø  Tafsir Ibnu Katsir. Imam Ibnu Katsir. 2013.  Kampungsunnah.org
Ø  Tafsir Jalalain. Imam Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Imam Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy. 2009. Pesantren Persatuan Islam: Tasikmalaya. Http://Www.Maktabah-Alhidayah.Tk
Ø  Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam. Imam Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany. 2010. Pesantren Persatuan Islam: Tasikmalaya. http://www.persis91tsn.tk
Ø  Al-Muwatha’. Imam Malik. 2010. Penterjemah: Abu Ahmad as Sidokare. Pustaka Pribadi Abu Ahmad as Sidokare. Tanpa Kota Terbit.

KAJIAN KITAB SAFINAH VII RUKUN WUDHU DAN NIAT

Kamis, 14 Mei 2020

0 komentar

Pasal Ketiga: Rukum Wudhu1
(فصل) فروض الوضوء ستة: الأول: النية، الثاني: غسل الوجه، الثالث: غسل اليدين مع المرفقين، الرابع: مسح شيء من الرأس، الخامس: غسل الرجلين مع الكعبين، السادس: الترتيب.
Rukun wudhu ada enam, yaitu:
1.      Niat2.
2.      Membasuh muka3
3.      Membasuh kedua tangan sampai siku4.
4.      Menyapu sebagian kepala5.
5.      Membasuh kedua kaki sampai mata kaki6
6.      Tertib.

Penjelasan:
1)      Allah Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ... ٦
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki ... (6)”. [Qs. Al-Ma’idah: 6)

Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa:(يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ = Hai orang-orang yang beriman, jika kamu berdiri) maksudnya hendak berdiri (إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ  = Mengerjakan salat) dan kamu sedang berhadas (فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ = maka basuhlah muka dan tanganmu sampai ke siku) artinya termasuk siku itu sebagaimana diterangkan dalam sunah (وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ = dan sapulah kepalamu) ba’ berarti melengketkan, jadi lengketkanlah sapuanmu itu kepadanya tanpa mengalirkan air. Dan ini merupakan isim jenis, sehingga dianggap cukup bila telah tercapai sapuan walaupun secara minimal, yaitu dengan disapunya sebagian rambut. Pendapat ini juga dianut oleh Imam Syafii (وَأَرۡجُلَكُمۡ = dan kakimu) dibaca manshub karena diathafkan kepada aidiyakum; jadi basuhlah tetapi ada pula yang membaca dengan baris di bawah/kasrah dengan diathafkan kepada yang terdekat (إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ = sampai dengan kedua mata kaki) artinya termasuk kedua mata kaki itu, sebagaimana diterangkan dalam hadis. Dua mata kaki ialah dua tulang yang tersembul pada setiap pergelangan kaki yang memisah betis dengan tumit. Dan pemisahan di antara tangan dan kaki yang dibasuh dengan rambut yang disapu menunjukkan diharuskannya/wajib berurutan dalam membersihkan anggota wudu itu. Ini juga merupakan pendapat Syafi’i. Dari sunah diperoleh keterangan tentang wajibnya berniat seperti halnya ibadah-ibadah lainnya.



2)      Niat
Niat secara bahasa adalah bentuk masdar dari akar kata Nawa, Yanwii yang maknanya adalah al qashdu (maksud) atau al iraadah (keinginan hati) untuk melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Istilah niat adalah “Niat adalah maksud atau keinginan untuk beramal untuk mendekatkan diri pada Allah, mencari ridha dan pahalaNya, dengan melakukan atau meninggalkanya” [Qawaidul Fiqhiyah karya Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf, hal. 19].
Imam Ibnu Rajab dalam kitab Jami’ al ‘ulum wal hikam mendefinisikan niat ialah keinginan hati kepada salah satu jenis ibadah, dan itu tidak wajib diucapkan.
Imam al-Baidhawi asy-Syafi’i mendefinisikan niat merupakan ungkapan gerakan hati terhadap sesuatu yang dilihatnya sejalan dengan tujuan untuk mendatangkan manfaat atau menyingkirkan mudharat. Adapun makna menurut syaraiat ialah hasrat untuk melakukan ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. [dinukil oleh Syaikh Abdullah bin Ali Bassam dlam kitab Taisirul Alam Syarh Umdhatul Ahkam].
3)      Membasuh Wajah
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُم ...
“... apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu ... “[Qs. Al-Ma’idah: 6)
           
            Batasan membasuh wajah ialah dari tempat tumbuhnya rambut kepala hingga janggut secara vertikal, dari telinga hingga telinga satunya lagi secara horizontal.

4)      Membasuh kedua tangan sampai siku
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ

“dan tanganmu sampai dengan siku,...”. [Qs. Al-Ma’idah: 6)

5)      Mengusap Kepala
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ
“... dan sapulah kepalamu...” [Qs. Al-Ma’idah: 6)

Mengusap  kepala ialah mengusap bagian kepala yang ditumbuhi rambut dari depan sampai belakang. Adapun cara mengusap kepala yang sempurna ialah seperti dijelaskan dalam hadits:
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - فِي صِفَةِ الْوُضُوءِ قَالَ : وَمَسَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ.مُتَّفَقٌ عَلَيْه
وَفِي لَفْظٍ لَهُمَا : بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ
Dari Abdullah Ibnu Zain Ibnu Ashim Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari muka ke belakang dan dari belakang ke muka. Muttafaq Alaihi.
Lafadz lain dalam riwayat Bukhari - Muslim disebutkan: Beliau mulai dari bagian depan kepalanya sehingga mengusapkan kedua tangannya sampai pada tengkuknya lalu mengembalikan kedua tangannya ke bagian semula.
Adapun batas minimalnya adalah mengusap sebagian kepala yang ditumbuhi rambut dan di bagian mana saja yang ditumbuhi rambut.

6)      Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ
“...dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki ... “[Qs. Al-Ma’idah: 6)


Pasal  Keempat: Niat Wudhu
 (فصل) النية: قصد الشيء مقترنا بفعله، ومحلها القلب والتلفظ بها سنة، ووقتها عند غسل أول جزء من الوجه، والترتيب أن لا يقدم عضو على عضو.
Niat adalah menyengaja di dalam hati (untuk melakukan) suatu perbuatan bersamaan ketika melakukannya. Adapun mengucapkan niat tersebut hukumnya sunnah,1 dan waktunya ketika pertama kali membasuh sebagian muka.

Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota wudhu terhadap anggota wudhu yag lain2.

Penjelasan:
1)      Imam An Nawawi berkata,” Hukum niat adalah wajib, dan tempatnya niat adalah di dalam hati, para ulama telah ijma’ (sepakat) dalam hal ini.” Adapun tentang masalah hukum melafadzkan niat para ulama telah khilaf (berbeda pendapat), diantaranya:
a)      Melafadzkan niat hukumnya bid’ah yang tidak boleh, karena tidak ada contoh dan tuntunanya secara nash dari nabi dan para sahabat.
b)     Melafadzkan niat hukumnya mustahab/ sunnah (dianjurkan), ketika hati sulit untuk memfokuskan niat, karena dengan ucapan lisan bisa membantu hati dalam niat.

عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه " متفق عليه
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”. [HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]


2)      Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota wudhu terhadap anggota wudhu yang lain, dalil yang menunjukkan adalah hadits:
وَعَنْ حُمْرَانَ أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ : رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Humran bahwa Utsman meminta air wudlu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali lalu berkumur dan menghisap air dengan hidung dan menghembuskannya keluar kemudian membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan tangan kirinya pun begitu pula. Kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali dan kaki kirinya pun begitu pula. Kemudian ia berkata: Saya melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini. [Muttafaq Alaihi].

Wallahua'lam.
=================


DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Tafsir
Ø  Al-Qur’an Dan Terjemah Departemen Agama RI.
Ø  Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsiir Ibnu Katsir; Shahih Tafsir Ibnu Katsir. 2009. Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri. Penterjemah: Tim Pustaka Ibnu Katsir. Ibnu Katsir. Jakarta.
Ø  Tafsir Al-Muyassar. Syaikh Dr. Shalih bin Muhammad Alu Asy-Syaikh. Penterjemah; Muhammad Ashim, Lc. & Izzudin Karimi. Lc. Darul Haq. Jakarta.

Kitab Aqidah
Ø  A’laamus Sunnah Al-Mansyurah Li I’’tiqaadi Ath-Thaifah An-Najiah Al-Manshurah (Terjemah: Buku Pintar Aqidah Ahlis Sunnah). 2006. Syaikh Hafidz bin  Ahmad bin Ali Al-Hikami. Penterjemah: Abu Umar Basyir. At-Tibyan. Jakarta.
Ø  Penjelasan Syarhus Sunnah Li Muzanni. 2013. Abu Usman Kharisman. Pustaka Hudaya. Tanpa kota terbit.
Ø  Mukhtashar Syu’ab Al-Iman Li Imam Baihaqi. 2011. Imam Al-Quzwaini Asy-Syafi’i. Tahqiq & Tahrij: Abdul Qadir Al-Arnauth. Penterjemah: Anshari Taslim. Pustaka Azzam. Jakarta.
Ø  Syarhys Sunnah. 1438. Imam Al-Barbahari. Penterjemah:Fathur Rabbani bin Yazid Jawaz. At-Tibyan. Jakarta.
Ø  Syarhu Tsalatsatil Ushul (Terjemah: Ulasan Tuntas 3 Prinsip Pokok). 2010. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Penterjemah: Zainal Abidin bin Syamsudin, Lc. & Ainul Harits Arifin, Lc. Darul Haq. Jakarta.
Ø  Sulamut Taufiq. 2012. Syaikh Imam Nawawi al bantani. Penterjemah: KH. Moh. Anwar & Anwar Abu Bakar, Lc. Sinar baru Al-gensindo.Bandung.

Kitab Fikih
Ø  At-Tahdzib fi Adillat Matan Al Ghayah Wa at-taqrib (Terjemah: Fikih Islam Lengkap Madzhab Syafi’i). 2009. Syaikh Dr. Musthafa Dib Al-Budgha. Penterjemah: D.A. Pakihsati. Media Dzikir. Surakarta.
Ø  Matan Safinatun Najah fii ushuli ad-Diini wal fiqhi. 2011. Syaikh Salim Bin Sumair Al Hadhramiy. Maktabah Ar-Razin.
Ø  Minhajut Thalibin wa Umdhatul Mutfin Jilid 1 & 2. Imam Nawawi, 
Ø  Nailur Raja bi Syarhi Safinatun Najaa (Terjemah: Intisari Fiqih madzhab Syafi’i). 2011. Al-‘Alaamah Al-Habib Ahmad bin Umar Asy-Syathiri. Penterjemah: Umar Husain As-Segaf. Cahaya Ilmu Publishing. Surabaya.
Ø  Fathul Qarib. 1431. Syaikh Syamsudin Abu Abdillah. Penterjemah: Abu H.F. Ramadhan B.A. Mutiara Ilmu. Surabaya.
Ø  Kifayatul Akhyar. Imam Taqiyuddin Al-Husaini Adimasyqi. Isa Al Babi Al-Halabi.
Ø  Mukhtashar Kitab Al-Umm li Imam Syafi’i. Jild 1, 2, dan 3. 2005. Tahqiq & Takhrij : Husain Abdul Hamid Abu Nashr Nail. Penterjemah: M. Yasir Abd Muthalib. Pustaka Azzam. Jakarta.
Ø  Qawaidul Fiqhiyah. 2009. Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. Pustaka Al Furqan. Gersik.

Kitab Hadits dan Syarah
Ø  Syarah Hadits Arbain An-Nawawi. Imam Ibnu Daqiq al-Ied. At-Tibyan. Jakarta.
Ø  Al-Wafi bi Syarhi Arbain an-Nawawiyah. 2016. Syaikh Dr. Musthafa Dib Al-Budgha & Syaikh Muhyiddin Mistu. Penterjemah: Muhil Dhafir. Lc. Al-I’tishom. Jakarta.
Ø  Fatawa Rasulullah –Shalallahu’alaihi wasalm-. 1996. Imam Ibnul Qayim Al Juziyah. Penterjemah: Ahmad Sunarto. Husaini. Bandung.
Ø  Syarh Bulughul Marom. Syaikh Dr. Muhammad Luqman As-Salafi. Penterjemah: Ahmad Sunarto. Karya Utama. Surabaya.
Ø  Al-Fawa’idu ‘I-Muntaqah min Syarhi Shahih Muslim (Terjemah: Mutiara Pilihan Syarah Shahih Muslim). 2006. Syaikh Sulthan nin Abdillah Al-Umari. Penterjemah: Abu Umar Basyir. Al-Qawam. Solo.
Ebook Kitab Tambahan.
Ø  Tafsir Ibnu Katsir. Imam Ibnu Katsir. 2013.  Kampungsunnah.org
Ø  Tafsir Jalalain. Imam Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Imam Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy. 2009. Pesantren Persatuan Islam: Tasikmalaya. Http://Www.Maktabah-Alhidayah.Tk
Ø  Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam. Imam Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany. 2010. Pesantren Persatuan Islam: Tasikmalaya. http://www.persis91tsn.tk
Ø  Al-Muwatha’. Imam Malik. 2010. Penterjemah: Abu Ahmad as Sidokare. Pustaka Pribadi Abu Ahmad as Sidokare. Tanpa Kota Terbit.



Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

INSAN MANDIRI FARM iNDONESIA
Lihat profil lengkapku

Domain .COM Termurah

Hosting Unlimited Indonesia