“Wahai putraku…!!! Sebentar lagi
aku akan mati, tapi aku tidak menyesal karena telah meninggalkan pengganti
seperti dirimu. Jadilah kamu orang yang adil, shalih dan penuh kasih saying. Lindungilah
seluruh rakyatmu tanpa membeda-bedakan. Sebarkanlah agama islam karena ini
merupakan kewajiban para raja dimuka bumi. Dahulukan urusan agama di atas
urusan apapun. Jangan bermalas-malasan dalam menjalankan agama. Jangan
pemperkerjakan orang yang orang-orang yang tidak memperdulikan urusan agamanya,
tidak menjauhi dosa-dosa besar dan malah tenggelam dalam kemaksiatan.
Hindarilah semua bid’ah* yang merusak, jauhilah orang-orang yang mengajakmu
kepada bid’ah. Perluaslah wilayah negeri ini dengan jihad. Jagalah harta Baitul
Mal agar tidak dihambur-hamburka. Janganlah mengambil harta salah seorang pun
dari rakyatmu kecuali menurut aturan islam. Bantulah orang-orang miskin dan
lemah agar mereka menjadi kuat. Hormatilah orang-orang yang berhak dihormati.
Ketahuilah, bahwa para ulama itu
seperti kekuatan yang tersebar di dalam raga negeri. Oleh karena itu, hormati
dan motivasilah mereka. Jika kamu mendengar ada seorang ulama di negeri lain,
mintalah dia agar dating kepadamu, hormatilah dia dengan memberinya harta.
Waspadalah terhadap harta dan
tentara. Jangan sampai kamu tertipu dengan keduanya. Jangan pernah mengusir
ahli syari’at (Ulama) dari pintu istanamu. Jangan melakukan perbuatan apapun
yang bertentangan dengan hukum islam. Sesungguhnya agama adalah tujuan kita dan
petunjuk Allah adalah jalan hidup kita, dengan itulah kita meraih kemenangan.
Ambillah pelajaran ini dariku.
Aku dating ke negeri ini bagaikan semut kecil. Allah Ta’ala lalu memberiku
nikmat yang agung ini. Oleh karena itu, tempuhlah jalanku dan ikutilah jejakku.
Berjuanglah untuk menegakkan agama ini dan memulyakan pemeluknya. Jangan kamu
gunakan harta Negara untuk bermewah-mewahan dan bersenang-senang atau melebihi
ukuran yang sewajarnya. Sebab, hal itu merupakan salah satu penyebab utama kehancuran.”
Sumber :
Abdus Salam Abdul Aziz Fahmi.
1987. As-Sulthan Muhammad Al-Fatih;Fatih
Al-Qusthanthiyah Wa Qahir Ar-Rum. Damaskus: Dar Al-Qalam. Cet. IV. Hlm.
171-172.
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi.
2011. As-Sulthan Muhammad Al-Fatih
Al-Qusthanthiyah (Sulthan Muhammad Al-Fatih; Penakluk Konstantinopel). Solo:
Pustaka Arafah. Cet. I. Hlm. 251-252.
Catatan:
*
Umar bin Khaththab -Radhiyallahu'anhu- berkata: "Allah tidak menerima
udzur bagi seorangpun yang berbuat kesesatan (bid'ah) yang dia anggap petunjuk
(sunnah). "Begitu juga Allah tidak menerima udzur seorang pun yang
meninggalkan petunjuk yang ia anggap sebagai kesesatan karena semua perkara
telah dijelaskan secara tuntas dan hujjah telah ditegakkan secara sempurna
sehingga tidak ada celah bagi siapapun untuk mencari-cari alasan”. [Dikeluarkan
oleh Ibnu Baththah dalam "Al Ibanah Al Kubra" (162) dari jalan Al
Auzai bahwa Umar menyampaikan kepadanya namun sanadnya munqathi’. Dan Al
Mawarzi mengeluarkan dalam "As Sunnah" (95) dari Umar bin Abdul Aziz
berkata: "Setelah datang sunnah tidak ada alasan bagi siapapun untuk
melakukan suatu kesesatan, sementara hal itu dianggap petunjuk".].
0 komentar:
Posting Komentar